Bagi teman2 yang lagi bingung buat cerpen dan cari-cari inspirasi, ini salah satu cerpen yang saya buat sendiri. ga yakin sih kalo itu bener, namanya juga belajar. semoga bermanfaat aja..
TEMAN MUKA DUA YANG
INGIN MOVE ON
Hidup itu terasa manis, tetapi
terkadang sebaliknya. Itulah kehidupan, kita harus sabar untuk menjalani itu
semua dan harus move on untuk menjadi
yang lebih baik.
Pada siang hari, tepatnya pada saat
bel pulang sekolah berbunyi, Viko dan teman-temannya mulai berkemas pulang
sekolah. Saat Viko sampai tempat parkir tiba-tiba datang seseorang berambut mohak mendatanginya. Dia bernama Bruno,
dia ketua geng salah satu kelompok di luar sekolah. Dia berniat mengajak Viko
untuk bergabung menjadi salah satu anggota dari kelompoknya. Viko menolak
permintaan itu, dia tidak ingin ikut-ikutan dalam hal yang menurutnya negatif.
Tetapi Bruno terus mendesak Viko untuk bergabung. Kemudian, ada dua orang yang
datang memanggil Bruno dengan sebutan “Bos”.
Dia bernama Ali dan Vean, mereka tergabung dalam kelompok geng yang dikepali
oleh Bruno tersebut. Keduanya membantu Bruno untuk membujuk Viko ikut dalam
kelompoknya. Dengan berbagai alasan yang diucapkan kepala geng, akhirnya Viko
pun ikut bergabung dengan kelompok itu. Bruno sekaligus mengajak Viko untuk
kumpul jam 3 sore di tempat tongkrongannya.
Pada pukul 3 sore, Bruno, Ali, Vean
dan teman-temannya yang juga kelompok geng, berkumpul seperti biasa dengan di
tempat favoritnya tersabut. Bruno menunggu Viko, teman baru yang sudah
bergabung di kelompoknya. Tidak selang beberapa lama datang Viko dengan muka
polosnya yang belum tahu apa-apa dan belum pernah merasakan masuk dalam geng.
Dia duduk pada kayu yang melintang bekas gerobak tua agak jauh dari teman-teman
yang lain. Semua orang disana terdiam sambil melihat Viko dengan wajah garang.
Kemudian Bruno alias bos geng tersebut berjalan mendekati Viko, dia berdiri
tepat di depan si muka polos tersebut dan berkata “sekarang aku bos mu disini”.
Viko hanya mengangguk. Bruno memperkenalkan anggota barunya itu
keteman-temannya yang lain. Karena muka polos Viko dan sikap yang masih kaku,
beberapa anggota tidak setuju adanya Viko di sana termasuk Ali. Tetapi Bruno
tetap memasukan Viko dalam kelompok tersebut.
Pada malam hari seusai makan malam,
Viko tidak belajar melainkan dia langsung menuju ke tempat tidur. Padahal,
hari-hari sebelum masuk dalam geng, Viko anak yang rajin belajar. Setiap habis
makan malam dia langsung belajar dengan rutin. Berbeda dengan yang terjadi
setelah masuk geng. Mungkin Viko mulai lelah.
Keesokan hari di sekolah, Viko duduk
sendiri di depan, kemudian Bruno mengajak Viko untuk duduk di bangku paling
belakang. Bruno berpesan kepada Viko untuk tidak bercerita yang menyangkut
tentang geng ke teman-teman sekolah. Viko sudah terhipnotis oleh perilaku
negatif Bruno, dan dia pun merasa bangga dengan itu semua..
Pada saat istirahat, Viko berjalan bersama Bruno, Ali dan Vean
untuk menuju ke kantin sekolah. Tiba-tiba ada suara dari belakang yang
memanggil Viko, yaitu Ronald. Ronald adalah teman yang dulu sering bermain
bersama dengannya. Namun kali ini Ronald ingin mengajak Viko untuk belajar
bersama dirumahnya.
Ronald : “Hai Viko.” (menyapa)
Viko : “Hai bro, ada apa?”
Viko
berhenti, sedangkan Bruno, Ali, dan Vean terus berjalan menuju kantin.
Ronald : “Nanti siang ada acara enggak?”
Viko : “Memangnya ada apa?”
Ronald : “Belajar bareng yuk.”
Viko : “Sorry, aku nanti ada acara.”
Ronald : “Kalo boleh tahu, ada acara apa?”
Viko : “Ada deh, Penting pokoknya. Lain kali aja
ya bro.”
Ronald : “Ya udah deh.”
Viko
langsung lari menyusul ke grombolan Bruno. Setelah sampai di kantin, Bruno ingin
mengajak Viko, Ali, Vean dan juga mengundang anggota geng untuk merayakan hari ulang
tahunnya. “Nanti siang datang ke rumahku ya.” Kata Bruno. “emangnya ada apa?”
jawab Ali. “ Ada deh, liat aja entar.”
Imbuh Bruno sambil minum es teh. Sebenarnya Viko tidak bisa datang, namun demi
bisa berkumpul dan tidak menyianyiakan kesempatan itu, Viko pun bersedia datang
walaupun harus membatalkan acara yang sebelumnya.
Siang
harinya, Viko berencana datang ke rumah Bruno, dia ingin ikut merayakan ulang
tahun si kepala geng itu. Tetapi cuacanya sangat tidak mendukung, awan mendung
yang tebal, angin bertiup kencang, dan hujan mulai lebat. Viko jadi tidak
sempat datang ke rumah Bruno. Disamping itu memang jarak rumah Bruno yang
sangat jauh dari rumah Viko. Sedangkan Ali, dan Vean datang ke rumah Bruno,
kebetulan rumah ketiganya berdekatan dan cuaca hanya mendung, tidak hujan.
Bruno kecewa karena Viko tidak datang. Padahal Viko sudah mengirim pesan dari
ponselnya untuk memberitahu Bruno dengan alasan hujan lebat di rumahnya, tetapi
Bruno tidak percaya karena menurutnya Viko hanya beralasan saja. Kemudian Bruno,
Ali, dan Vean berencana untuk memberi pelajaran kepada Viko di sekolah.
Hari
pun berganti, Viko bersiap untuk berangkat sekolah. Ia datang lebih awal,
bermaksud untuk meminta maaf kepada Bruno, karena kemarin dia tidak ikut
merayakan hari ulang tahun Bruno. Sesaat sampai di sekolah, Viko bertemu dengan
Bruno. Viko memanggil Bruno berniat untuk meminta maaf, sekaligus ingin
mengucapkan selamat karena kemarin dia belum sempat, tetapi Bruno berpaling
muka dan langsung masuk ke kelas. Sesampainya di kelas Viko bertanya kepada
Bruno, Ali, dan Vean “Kenapa sih kalian hari ini berbeda?” tanya Viko. “Enggak,
enggak ada yang berbeda kok.” Jawab Ali sambil bertatap-tatapan kepada Bruno.
“Kenapa kemarin kamu enggak datang ke rumahku?” tanya Bruno kepada Viko. “Aku
kemarin kan udah bilang kalau di rumahku hujan lebat.” Dengan muka kesal karena
merasa tidak dipercaya. “Kenapa tidak bawa mobil? atau bilang aja suruh njemput
ke rumahmu.” Sahut Bruno dengan santai. “Mobil di rumahku masih dibawa Ayahku
kerja, dan kalau aku nyuruh kalian untuk jemput aku, aku tidak enak sama kalian
bertiga.” Jawab Viko. “Kenapa harus tidak enak? Biasanya kamu juga nyusahin
kok.” Imbuh Vean. “Loh kok kalian sekarang gitu, nggak seperti dulu waktu pertama
mengajak Aku masuk ke kelompok kalian?” Tanya Viko. “Dulu dengan sekarang itu
beda, terus kamu mau apa?” Balas Bruno. Dengan muka kesalnya, Viko langsung
memindah tasnya untuk memilih tempat duduk jauh dari Bruno.
Setelah
bel istirahat berbunyi, Viko memilih ke kantin sekolah untuk menyendiri sambil
mengambil minuman. Tiba-tiba Bruno cs datang ke kantin dan menyenggol minuman
yang di bawa Viko hingga jatuh ke tanah. Viko pun marah dan mulai berani kepada
mantan Bosnya itu, karena Viko sudah tidak menganggap kalau itu kelompoknya.
Kemudian Viko di keroyok oleh Bruno, Ali, dan Vean, tetapi tiba-tiba Ronald pun
datang untuk melerai mereka. Bruno cs langsung kembali ke kelas. Viko kembali
mengambil minuman yang baru dan kembali duduk di kantin sekolah bersama Ronald.
Viko merapikan bajunya setelah tadi berkelahi dengan Bruno. Ronald bercerita
disamping Viko tentang kejelekan Bruno diluar sekolah, dia lebih tahu karena
Ronald sering melihat Bruno dengan kelompoknya melakukan tindak kriminal. Viko
pun hanya diam dan tidak mau bercerita kepada Ronald tentang masalah yang
dihadapinya. Dia masih menyimpan rasa dendam kepada Bruno dan kelompoknya.
Setelah bel masuk berbunyi, Viko dan Ronald kembali ke kelas untuk melanjutkan
pelajaran sampai bel pulang sekolah berbunyi.
Malam
harinya, Viko makan malam bersama keluarganya. Setelah makan malam Viko kembali
ke kamar tidurnya. Viko merencanakan sesuatu untuk bisa membalas apa yang
dilakukan Bruno cs kepadanya tadi pagi.
Pagi
harinya, Viko berangkat ke sekolah pukul 6.30 WIB. Ia langsung memilih tempat
duduk berdampingan dengan Ronald. Kemudian mereka berdua menuju ke kantin
sebelum bel masuk sekolah. Sebagai teman yang sangat dekat, Viko mulai
menceritakan kepada Ronald tentang masalah yang dialaminya. Ronald pun kaget
karena Viko ternyata sudah terpengaruh sifat jeleknya Bruno. Dia memberi saran
kepada Viko untuk tidak membuat masalah dengan Bruno karena mereka pasti akan
memberi pelajaran kepada orang yang berani padanya. “Kamu nggak usah membuat
masalah padanya, dari pada nanti masalahnya tambah panjang dan nggak akan
selesai.” saran Ronald. “Tetapi aq masih ingin membalas apa yang telah dia buat
padaku.” jawab Viko. “Nggak mungkin bisa. kamu membalas satu kali, dia akan
membalas berkali-kali.” imbuh Ronald. Viko kemudian terdiam dan berfikir...
“entahlah. Yuk masuk kelas.”
Setelah
bel pulang sekolah berbunyi, Viko berjalan menuju ke tempat parkir motor.
Tetapi sebelum sampai di tempat parkir, Viko di hadang oleh Bruno, Ali, Vean.
“Ada apa ini?” tanya Viko. “Kamu masih mau jadi anggota kelompok kami enggak?”
Bruno berbalik tanya. “Nggak mau, kelompok nggak punya otak semua.” jawab Viko
dengan cuek. Kemudian Bruno langsung menghajar Viko tanpa melihat orang
sekelilingnya. Viko tidak hanya diam, tetapi malah membalas dan perkelahian pun
tidak terhindarkan didepan banyak siswa lainnya. Tiba-tiba ada guru yang
mengetahui kejadian tersebut. Akhirnya Viko dan Bruno dipanggil guru kesiswaan
sekolah itu. Saat ditanyai masalah apa yang dialami keduanya, Bruno langsung
menyahut dan menyalahkan Viko. Katanya Viko yang memulai masalah tersebut. Viko
pun membantah tuduhan yang dilontarkan dari Bruno, dia merasa menjadi korban.
Tetapi berbagai alasan, dan fitnah yang dikatakan oleh Bruno dibantu oleh Ali
dan Vean. Akhirnya Viko yang diberi hukuman dari guru, dan orang tua Viko
dipanggil ke sekolah.
Hari
selanjutnya, Viko dirumah diperingatkan keras oleh kedua orangtuanya. Viko
tidak boleh bermain keluar rumah sampai larut malam, dan selalu di pantau oleh
kedua orang tuanya. Saat seusai makan malam, Viko kembali ke kamarnya. Viko
melamun dan bertanya kepada dirinya sendiri. Dia baru sadar kalau hal yang
membuatnya menjadi negatif adalah kelmpok dari geng yang nggak jelas. Dia
menyesali dengan apa yang telah dia buat. Saran dari sahabat dekatnya pun juga
jadi bahan evaluasi tentang sikap dirinya.
Akhirnya
Viko menjalani kehidupannya seperti yang dulu. Dia ingin berubah. Berubah dari
kejelekan menjadi kebaikan. Dia tidak akan menengok kebelakang, tetapi yang
akan dia lakukan adalah menatap masa depan. Masa depan yang cerah dan dengan
penuh semangat.